Sabtu, 09 Oktober 2010

MENSYUKURI NIKMAT ALLAH SWT

MENSYUKURI NIKMAT ALLAH SWT/NIKMAT/SYUKUR

apakah agama itu


PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah:
          Pada dasarnya agama dalam kehidupan sehari-hari memiliki peran yang amat penting. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
          Pendidikan agama dimaksudkan untuk meningkatkan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
          Perlunya manusia terhadap agama: Fitrahnya manusia Dalam bukunya yang berjudul Perspektif Manusia dan Agama, Murthahda Muthahhary mengatakan bahwa disaat bicara dengan Nabi, Imam Ali a.s menyebutkan bahwa mereka di utus untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian yanga telah diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak dicatat diatas kertas, tidak pula diucapkan oleh lidah, melainkan terukir dengan pena ciptaan Allah dipermukaan qalbu dan lubuk fitrah manusia, dan diatas permukaan hati nurani serta dikedalaman perasaan bathiniah.
           Kenyatan bahwa bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan, pertama kali ditegaskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah fitrah manusia.
Informasi mengenai potensi beragama yang dimiliki manusia dapat pula dijumpai dalam ayat yang artinya:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (secara berfirman; bukankah Aku ini Tuhanmu?  Mereka menjawab: “betul (engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi(kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: sesungguhnya kami(Bani Adam)adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”
           Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang memilki kemampuan untuk beragama.
Hal demikian sejalan dengan patunjuk Nabi dalam satu hadisnya mengatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memilki fitrah (potensi beragama), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani atau Majusi. Karena demikian pentingnya menumbuhkembangkan san memelihara potensikeagaman yang ada dalam diri manusia, maka pada saat kelahirannya pertama kali diperdengarkan kepada manusia adalah nama Allah dengan cara memperdengarkan suara adzan pada teling sebelah kanannya dan iqama pada telimg sebelah kiri. Keadaan yang demikian dipupuk dengan cara member nama yang baik, karena nama yang baik mendoakan kepada orang yang menamainya. Bukti bahwa manusia sebagai mahluk yang memilki potensi beragama ini dapat dilihat dari bukti historis dan antropologis kita mengetahui bahwa pada manusia yang primitive yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhan, ternyata mereka mempercayaiadanya Tuhan, sungguh pun Tuhan yang mereka percayai itu terbatas pada daya khayalnya, disamping manusia memiliki berbagai kesempurnakan juga memilki kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata al-nafs. Menurut Qurais shihab, dalam pandangan al-Qu’ran, nafs diciptakan Allah dalam keaadan sempurna yang berfungsi untuk menampung serta mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan keburukan yang karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh al-Qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian yang lebih.



                           PEMBAHASAN
APAKAH AGAMA ITU???
A.   Penampakkan Agama
           Agama hadir dalam penampakkan yang bermacam-macam sejak ajaran akhlak hingga ideology gerakan, sejak perjalanan spiritual yang sangat individual gingga kekerasan yang massal, sejak ritus-ritus khidmat yang menyejukkan hingga ceramah-ceramah demagog yang menyesakkan.
           Dalam defenisi Nabi Muhammad Saw., agama adalah perilaku yang baik. Dalam kejadian Asyura, agama menjadi inspirasi untuk kegiatan revolusionner. Pada ilustrasi ketiga agama muncul sebagai perjalanan spiritual, untuk mencapai tingkat kesadaran yang tinggi. Dalam ilustrasi keempat, agama tampak pada perkhidmanan kepada sasama manusia. Pada acara ngaben[1], agama mengikatkan para pengikutnya dengan kekuatan supranatural melalui upacara yang diwariskan turun-temurun. Pada kasus Serbia, agama dijadikan pembenaran untuk melakukan tindakan kekerasan dan kekejaman. Atas nama agama, Pat Robertson mengecam agama-agama[2] lain. Ia berpesan agar orang tidak segan-segan membenci orang-orang yang tidak mau menerima Kristus sebagai juru selmat.





B.   Kesulitan Mendefinisikan Agama
a.      Etnosentris
         Kesulitan dalam mendefinisikan agama dalam penelitian agama secarah ilmiah ialah menemukan defenisi agama yang akurat dan dapat diterima setidak-tidaknya oleh kebanyakkan orang.
Mukti Ali, mantan Menteri Agama Indonesia menulis “Agama adalah percaya akan adanya Tuhan Yang Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada utusan-utusanNYA untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat” ,  jelas bahwa Ali tidak sedang berbicara tentang agama dalam arti umum, tetapi mendefinisikan agama seperti yang dilihatnya dalam agama Islam, seperti agama-agama besar saja, ternyata tidak semua agama meyakini Tuhan Yang Maha Esa, kalau konsisten menerima definisinya, kita tidak boleh menyebut Hindu yang percaya pada banyak dewa dan Kristen yang percaya pada Trinitas[3] sebagai agama.
James Martineu mendifinisikan Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak Illahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan manusia.
          Banyak ilmuan mencoba melihat agama secara fenomenologis. Seorang diantara mereka, Friedrich Scheiermacher, menegaskan bahwa agama tidak dapat di lacak dari pengetahuan rasional juga tidak ada dari tindakkan moral. Agama berasal dari perasaan kebergantungan mutlak kepada Yang Tak Terhingga.
           Walhasil, ide Tuhan sekarang di gantikan dengan yang sakral[4].Kesulitan yang sama muncul dalam bentuk yang lain ketika membahas budaya Tao, Konghucu, dan Shinto. Budaya ini ditandai dengan apa yang di sebut oleh J.J.M. DeGroot sebagai universe[5], kehidupan religious disini berhubungan secara harmonis dengan tatanan alam dan manusia , individu ditenggelamkan dalam hubungan organis dan didalam kesatuan dengan mereka yang di alami secara bathiniah.
           Karena banyak ilmuan berasal dari latar belakang Barat, definisi-definisi yang dikemukakan tidak bias lepas dari sacral dan profane. Inilah kesulitan pertama dalam mendefinisikan agama: etnosentrisme.

b.     Kompleksitas
        Agama bersifat kompleks. Setiap definisi agama selalu tidak komprehensif. Leuba[6] menunjukkan bahwa definisi agama selalu bersifat satu sisi, parsial, tidak mencakup semua. Ia membagi definisi agama pada tiga kategori: intelektualistik (menegaskan kepercayaan), voluntaristik (menekankan kemauan), dan efektivistik (mengenai perasaan). Hanpir tidak bisa memperoleh pernyataan yang tepat tentang hakikat fenomena yang begitu kompleks seperti agama, yang secara esensial meliputi semua bentuk kegiatan manusia, dengan membatasi hanya pada kepercayaan, perasaan ritual atau sikap moral.
      Untuk mengatasi kompleksitas agama, The Encyclopedia of Philosophy mendaftar komponen-komponen agama, menyebutkan cirri-ciri agama, characteristic features of realigion;
1.      Kepercayaan pada wujud supranatural (Tuhan).
2.      Pembedaan antara objek sacral dan profane.
3.      Tindakkan ritual yang berpusat pada objek sacral.
4.      Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan.
5.      Perasaan yang khas agama[7] yang cenderung bangkit ditengah-tengah objek sacral atau ketika menjalankan ritual, dan yang dihubungkan dengan gagasan ketuhanan.
6.      Sembahyang dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan.
7.      Pandangan dunia atau gambaran umum tentang dunia secara keseluruhan dan tempat individu di dalamnya. Gambaran ini mengandung penjelasan terperinci tentang tujuan menyeluruh dari dunia ini dan petunjuk tentang bagaimana individu menempatkan diri di dalamnya.
8.      Pengelolaan kehidupan yang bersifat menyeluruh, yang di dasarkan pada pandangan dunia tersebut.
9.      Kelompok social yang di ikat bersama oleh hal-hal diatas.

c.     Keberagaman
        Ada berbagai macam agama di dunia. Seperti agama Buddha, Shinto, dan Konghucu tidak mempersoalkan Tuhan. Tidak semua agama juga mengatur hidup secara menyeluruh. Islam, Kristen, Yahudi boleh jadi diklaim oleh sebagian pengikutnya mengatur seluruh hidup di bawah undang-undang Illahi.
        Pada agama-agama yang sudah diakui secara resmi saja, melihat keragaman yang luar biasa. Apalagi jika melihat cara setiap orang menjalankan agamanya. Pada satu sisi ada orang yang menganggap agama itu hanya urusan individual antara seseorang dan Tuhannya. Ada juga yang menganggap bahwa agama baginya adalah urusan politik yang menyangkut semua anggota masyarakat. Ada yang berpendapat agama hanya menyangkut urusan ibadah dan pemujaan Tuhan saja.

C.    Definisi Agama dari Perspektif Psikologi
      Para psikolog yang meneliti agama berusaha menghindari musykil[8] merumuskan definisi agama pada permulaan pembicaraan.
Dean Hoge (1997:21-41), misal meneliti agama di Amerika. Ia kebingungan untuk menemukan definisi agama yang dijadikan pegangan. Apalagi muncul sekelompok orang yang mengaku dirinya tertarik pada pengembangan spiritual tetapi tidak menganut agama. “I am spiritual but not religious” kata mereka. Hoge kemudian membagi agama menjadi lima entitas: preferensi agama, afiliasi keagamaan (church affiliation), ketertiban keagamaan (church involvement), keimanan agama, perilaku agama personal. Masing-masing ia definisikan secara operasional. Sebagai contoh, keimanan agama dirumuskan sebagai kepercayaan kepada Tuhan atau ajaran Tuhan sebagai mana terdapat dalam kitab-kitab sici,prilaku agama personal di ukur dengan kegiatan, seprti sembahyang, membaca kitab suci, menelaah teks keagamaan, dan prilaku lain mendatangkan manfaat spiritual, seperti mengatur makanan Fungsi Agama.

Agama Sebagai System Ideologi
            Agama sebagai system gagasan atau  ideology yang bersumber dari kepercayaan dan pengetahuan, melahirkan norma dan nilai-nilai ajaran agama. Ideological system sebagai system gagasan, terlpas darimana gagasan itu, dari wahyu Allah swt. (revealed) atau dari manusia biasa(non revealed), hakikatmnya bersifat kognitif.sistem ni menuntut adanya realisasi dalam kehidupan manusia yang lebih nyata, baik secara individu, keluarga, atau mesyarakat bengsa dan Negara. Menifestasi dari adanya kepercayaan terhadap zat yang di anggap Tuhan.melahirkan norma dan nilai ajaran agama dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, ideology Islam inilah yang melahirkan masyarakat muslim dan eksistensinya dengan segala elemen-elemen, pilar serta karakteristiknya. Beberapa dari kerakteristik system Ideologi Islam itu bertujuan untuk:
·        Menghidupkan nilai-nilai Rabbani
·        Mendidik umat untuk memperkuat iman dan takwa kepada Allah swt
·        Menetapkan norma-norma dan nilai moral yang murni serta harus diwariskan kepada generasi demi generasi
·        Berbangga dengan risalah Islam sebagai sistam aqidah, syari’ah dan budaya
·        Memelihar syi’ar-syi’ar Islam
·        Menghormati ulama yang berwibawa sebagai pewaris ajaran Nabi
·        Memberantas perbuatan-perbuatan yang di anggap menyimpang, sesuai pola amar ma’ruf nahi munkar.

Agama sebagai Sistem Budaya
            Merupakan konsep antropologis yang di ungkapkan oleh Clfford Geertz ( 1969:1) dalam tema asli berjudul “Religion as a Cultural System”. Dalam pandangan antropologi, pengalaman agama di anggap sebagai suatu latar belakang pengetahuan, kepercayaan, norma dan nilai-nilai yang di anutnya. Sehubungan dengan makna ini bahwa : “ In the anthropological view then religion is a creation of man, that varies in ways that are congruent with the conditions of life each society”
 Agama sebagai way of life
            Agam dengan seperangkat system pengetahuan, kepercayaan, norma dan nilai-nilainya merupakan pedoman hidup seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakiki, baik jasmani maupun rohani, material maupun spiritual. Agama adalah Way of Life yang bisa menghubungkan antara manusia sebagai makhluk dengan Tuhan sebagai khaliq, dalam rangka interaksi dirinya terhadap Zat Yang Maha Ghaib, di percaya memberikan perlindungan dan keselamatan bagi hidupnya. Memahami hakikat makna agama sebagai Way of Life akan dapat menumbuhkan kesadaran pada umat beragama, untuk bisa saling menghormati sesame pemakai jalan hidup.

D.    Fungsi Agama dalam Kehidupan
a.      Agama memberikan bimbingan dalam hidup
Mengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang mencakup segala unsure-unsur pengalaman, pendidikan dan keyakinan yang di dapatnya sejak kecil. Apabila dalam pertumbuhan seseorang terbentuk suatu kepribadian yang harmonis, dimana segala unsure-unsur pokoknya terdiri dari pengalaman yang menentramkan batin, maka dalam menghadapi dorongan-dorongan, baik yang bersifat fisik[9]  (biologis) maupun yang bersifat rohani dan social..
Betapa pentingnya peranan agama memberikan bimbingan dalam hidup. Dalam memenuhi semua kebutuhan ada ketentuan-ketentuan agama yang akan memelihara orang agar jangan sampai jatuh kepada kesusahan dan kegelisahan yang mengganggu ketentraman batin. Orang yang tidak beragama atau tidak mematuhi peraturan agama, dalam mencari kebahagiaan akan mudah diseret kepada praktek-praktek yang merugikan orang lain.
Agama memberikan bimbingan hidup mulai dari hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan hubungan dengan Allah, bahkan dengan alam semesta dan mahluk hidup yang lain. Jika bimbingan-bimbingan tersebut dijalankan dengan kesungguhan, akan terjaminlah kebahagiaan dan ketentraman batin.
b.     Agama adalah penolong dalam kesukaran
Dalam hidup tidak sedikit kesukaran dan problem yang harus dihadapi, sikap dan cara orang menghadapi kesukaran itu berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Seseorang akan selalu wajar, tenang dan tidak menyusahkan atau melanggar hukum dan peraturan masyarakat dimana ia hidup. Akan tetapi orang yang dalam pertumbuhannya dulu mengalami banyak kekurangan dan ketegangan bathin, maka kepribadiannya akan mengalami kegoncangan. Apabila kepribadiannya cukup sehat dan lingkungan tempat hidupnya mendukung dan memberikan rasa aman kepadanya maka kesukaran akan berkurang, sehingga ia tidak akan panic menghadapinya. Tetapi apabila kepribadiannya kurang sehat dan suasana lingkungan mengancam kebahagiaannya, maka ia akan merasakan sekali kesukaran tersebut. Bahkan akan menyebabkan ia menjadi bingung dan kehilangan akal dalam menghadapi kesukaran tersebut, yang mungkin dirasakan sangat berat baginya. Jika masalah ini ditinjau dari segi agama maka akan didapatilah eprbedaan antara orang beragamadengan orang yang tidak beragama. Misalnya bagi oranng yang beragama kesukaran atau bahay sebesar apapun yang harus di hadapinyanamun ia akan tabah dan sabar, karena ia merasa bahwa kesukaran dalam hidup itu merupakan bagian dari percobaan Allah kepada HambaNya yang beriman.

c.     Agama menentramkan batin
Bagi jiwa yang sedang gelisah agama akan memberikan jalan dan siraman penenang hati. Tidak sedikit kita mendengar orang yang kebingungan dalam hidupnya selama ia belim beragama tetapi setelah mulai mengenal dan menjalankan agama, ketenangan jiwa akan datang.
Dapat dikatakan bahwa agama sangat perlu dalam kehidupan manusia, khusus bagi anak-anak. Agama merupakan bibit terbaik yang diperlukan dalam pembinaan kepribadiannya. Anak yang tidak pernah mendapat didikan agama di waktu kecilnya, tidak akan merasakan kebutuhan terhadap agama di kala dewasa nanti.

E.     Kesadaran beragama
Orang dewasa yang sudah berumur 45 tahun belum tentu memilki kesadaran beragama yang mantap, bahkan mungkin kepribadiannya masih belum dewasa atau masih “immature”[10]. Umur kalender atau umur seseorang yang menggunakan ukuran waktu almanak belum tentu sejalan dengan kedewasaan kepribadiannya, kematangan mental atau kemantapan kesadaran beragama. Banyak orang yang telah melewati umur 25 tahun, yang berarti telah dewasa menurut umur kalender namun kehidupan agamanya masih belum matang. Ada pula remaja yang berumur dibawah 23 tahun telah memilki kesadaran beragama yang cukup dewasa. Pada orang dewasa masih sering ditemukan cirri-ciri kesadaran beragama yang hanya mencapai fase anak-anak. Tercapainya kematangan kesadaran beragama seseorang bergantung pada kecerdasan, kematangan alam persaan, kehidupan motivasi, pengalaman hidup, dan keadaan lingkungan social budaya.




1.    Kesadaran beragama pada masa anak-anak
a.       Pengalaman ke-Tuhanan yang lebih bersifat efektif, emosional dan egosentris.
b.      Keimanannya bersifat magis dan anthropomorfis menuju ke fase realistic.
c.       Peribadatan anak masih merupakan tiruan dan kebiasaan yang kurang di hayati.
2.    Kesadaran beragama pada masa remaja
a.       Pengalaman ke-Tuhanannya makin bersifat individual.
b.      Keimanannya makin menuju realitas sebenarnya.
c.       Peribadatannya mulai disertai penghayatan yang tulus.
3.    Kematangan kesadaran beragama
Dalam perkembangan jiwa seseorang, pengalaman kehidupan beragama sedikit demi sedikit makin mantap sebagai suatu unit[11] yang otonom dalam kepribadiannya.
Kesadaran beragama merupakan merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang mengadakan tanggapan, reaksi , pengolahan dan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang datang dari dunia luar. Kesadaran beragama tidak hanya melandasi tingkah laku yang tampak, tetapi juga mewarnai sikap, pemikiran, I’tikad, niat, kemauan dan tanggapan terhadap nilai-nilai abstrak yang ideal seperti demokrasi, keadilan, pengorbanan, persatuan, kemerdekaan, perdamaian dan kebahagian batin.

KESIMPULAN
          Pada dasarnya agama dalam kehidupan sehari-hari memiliki peran yang amat penting. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
      Untuk mengatasi kompleksitas agama, The Encyclopedia of Philosophy mendaftar komponen-komponen agama, menyebutkan cirri-ciri agama, characteristic features of realigion;
1.      Kepercayaan pada wujud supranatural (Tuhan).
2.      Pembedaan antara objek sacral dan profane.
3.      Tindakkan ritual yang berpusat pada objek sacral.
4.      Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan.
5.      Perasaan yang khas agama yang cenderung bangkit ditengah-tengah objek sacral atau ketika menjalankan ritual, dan yang dihubungkan dengan gagasan ketuhanan.
6.      Sembahyang dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan.
7.      Pandangan dunia atau gambaran umum tentang dunia secara keseluruhan dan tempat individu di dalamnya. Gambaran ini mengandung penjelasan terperinci tentang tujuan.
Fungsi agama dalam hidup:
a. Agama memberikan bimbinan dalam hidup
b.     Agama adalah penolong dalam kesukaran
c. Agama menentramkan batin.
                          

REFERENSI

Ali, Abdullah. 2005. Sosiologi Islam. IPB Press: Bogor.
Azis ahyadi, abdul. 1987. Psikologi Agama. Sinar Baru Algensindo: Bandung.
Darajat, Zaskiah. 1969. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Gunung Agung: Jakarta.
Jalaluddin, Prof. Dr. H. 2007. Psikologi Agama. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.



[1] Nngaben dapat dilakukan beberapa waktu setelah seseorang meninggal. Dapat pula sebelum proses pembakaran, jenazah dikubur dahulu dan kelak digali kembali untuk dibakar. Dilakukannya pembakaran bergantung pada hari yang baik untuk melakukan upacara ngaben atau hal-hal lain, seperti kondisi social dan ekonomi.
[2] Termasuk pengikut denominasi lainnya dari agama Kristen yang tidak sejalan dengan pendapatnya.
[3] Keesaan tiga Tuhan, bapa, putra dan roh kudus.
[4] Menurut The Encyclopedia of Religion, pemisahan yang sacral dari yang profane jelas mewakili pandangan etnosentris Barat dan berdasarkan latar belakang agama-agama Barat, pemisahan ini kemudian dilembagakan, Ritus sacral termasuk sakramen, kitab suci, kalimat suci , hari suci, busana sacral, hingga kelompok keagamaan yang sacral, seperti ordo dalam Kristen. 
[5] Kesucian, kebaikan dan kasempurnaan tatanan alam yang telah disalah pahami, didistorsi, dan di palsukan oleh pikiran sempit dan adat budaya yang keliru.
[6] Leuba, seorang penulis buku klasik psikologi agama ( The Psychological Study of Religion ).
[7] Ketakjuban, perasaan miateri, rasa bersalah, pemujaan.
[8] Orang yang bertuhan lebih dari satu.
[9] Dalam menghadapi dorongan-dorongan biologis yang mulai timbul setelah pertumbuhan jasmani atau setelah masa puber dilewati, bagi orang yang tidak beragama, pengendali satu-satunya adalah masyarakat.
[10] Tingkah laku yang belum matang.
[11] Unit itu merupakan suatu organisasi yang disebut “kesadaran beragama” sebagai hasil peranan fungsi kejiwaan terutama motivasi, emosi dan intelegensi. Motivasi berfungsi sebagai daya penggerak mengarahkan kehidupan mental. Emosi berfungsi melandasi dan mewarnainya, sedangkan intelegensi yang mengorganisasi dan mempolakannya.

nonton TV ONLINE YUK